Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ
Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ

Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ

Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ
Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ

Pemasungan Terhadap Beberapa Keadaan Termasuk ODGJ Merupakan Sebuah Bentuk Pembatasan Gerak Terhadap Orang Tersebut. Pasung adalah praktik pemasungan atau pembatasan gerak yang di lakukan terhadap seseorang dengan cara mengikat, merantai atau mengurungnya di ruang terbatas. Di Indonesia, pasung sering di kaitkan dengan penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang di anggap berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Cara ini biasanya di lakukan dengan menggunakan kayu, besi atau ruangan sempit yang membuat seseorang tidak bisa bergerak bebas. Walaupun sering di anggap sebagai upaya pengamanan, pasung sejatinya adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Karena merampas kebebasan seseorang secara tidak manusiawi.

Kemudian praktik pasung muncul karena berbagai faktor, salah satunya keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan jiwa. Di beberapa daerah, fasilitas kesehatan mental masih sangat minim. Sehingga keluarga atau masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain memasung orang yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu, adanya stigma sosial yang kuat membuat ODGJ sering di anggap sebagai aib atau ancaman. Sehingga keluarga memilih untuk mengasingkan mereka. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab, karena biaya pengobatan jiwa di anggap mahal dan sulit di jangkau oleh masyarakat miskin.

Lalu dampak pasung terhadap korban sangatlah buruk, baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, orang yang di pasung bisa mengalami luka, infeksi, kelumpuhan, hingga kehilangan kemampuan bergerak akibat terlalu lama terikat. Dari sisi psikologis, Pemasungan memperburuk kondisi mental mereka karena merasa terisolasi, tidak di hargai dan mengalami trauma mendalam. Alih-alih menyembuhkan, praktik ini justru membuat penderita semakin sulit untuk pulih. Oleh karena itu, banyak organisasi kesehatan, termasuk WHO, menentang keras praktik pasung dan mendorong adanya pendekatan yang lebih manusiawi.

Lalu pemerintah Indonesia sendiri telah berupaya menghapus pasung melalui program bebas pasung yang di canangkan sejak tahun 2010. Program ini bertujuan membebaskan ODGJ dari pemasungan dan memberikan akses pada layanan kesehatan jiwa.

Awal Adanya Pemasungan

Maka untuk ini kami jelaskan tentang Awal Adanya Pemasungan. Pasung sebagai praktik sosial muncul sejak masa lalu ketika pemahaman tentang kesehatan jiwa masih sangat terbatas. Di banyak budaya tradisional, orang dengan gangguan jiwa sering di anggap kerasukan roh, terkena kutukan atau memiliki perilaku berbahaya yang sulit di kendalikan. Karena tidak ada fasilitas kesehatan mental modern, keluarga maupun masyarakat memilih cara praktis dengan membatasi gerak penderita melalui ikatan, kurungan atau pengekangan. Praktik ini kemudian di kenal sebagai pasung. Ini yang berfungsi sebagai bentuk “pengamanan” agar orang dengan gangguan jiwa tidak melukai dirinya sendiri maupun orang lain.

Lalu di Indonesia, pasung sudah di kenal sejak ratusan tahun lalu, terutama di pedesaan yang jauh dari akses pengobatan medis. Ketika seseorang mengalami gangguan jiwa dan bertindak agresif, keluarga merasa tidak mampu mengendalikannya. Karena faktor budaya dan minimnya pengetahuan, tindakan memasung di anggap solusi terbaik untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Pasung di lakukan dengan berbagai cara, mulai dari merantai kaki. Ini mengikat tangan, hingga mengurung dalam ruangan sempit. Meski sering di lakukan dengan niat melindungi, praktik ini pada akhirnya menimbulkan penderitaan bagi orang yang di pasung.

Bahkan perkembangan pasung juga tidak lepas dari faktor ekonomi dan stigma sosial. Pada masa lalu, pengobatan medis hanya tersedia di kota besar dan biayanya sulit di jangkau masyarakat miskin. Akibatnya, keluarga yang tidak mampu membawa penderita ke rumah sakit memilih memasung sebagai jalan keluar. Selain itu, adanya stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah aib keluarga membuat mereka di asingkan dan di perlakukan tidak manusiawi. Pasung menjadi simbol keterbatasan pengetahuan sekaligus diskriminasi yang di alami oleh orang dengan gangguan jiwa.

Kemudian seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan layanan kesehatan, praktik pasung mulai di pandang sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Namun, warisan budaya ini masih tetap berlangsung di beberapa daerah karena alasan keterbatasan fasilitas kesehatan mental.

Tujuan Dari Pasung

Ini kami jelaskan kepada anda tentang Tujuan Dari Pasung. Tujuan utama dari pasung pada dasarnya adalah untuk membatasi gerak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang di anggap berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam pandangan masyarakat tradisional, pasung di lakukan sebagai bentuk perlindungan agar penderita tidak melukai anggota keluarga, tetangga atau merusak lingkungan sekitar. Misalnya, ketika seseorang mengalami gejala agresif atau kehilangan kendali diri. Lalu keluarga merasa tidak mampu menanganinya, sehingga pemasungan menjadi pilihan praktis. Dengan cara ini, tujuan pasung lebih banyak di pandang sebagai langkah pengamanan jangka pendek.

Selanjutnya selain sebagai bentuk pengendalian, pasung juga bertujuan untuk menjaga ketertiban sosial di masyarakat. Kehadiran ODGJ yang tidak terkontrol sering menimbulkan rasa takut, keresahan dan stigma di lingkungan sekitar. Untuk mengurangi keresahan tersebut, keluarga memilih memasung sebagai cara agar penderita tidak berkeliaran di jalan atau mengganggu tetangga. Tindakan ini, meskipun bersifat diskriminatif, di anggap sebagai solusi untuk menenangkan masyarakat. Dengan demikian, tujuan pasung tidak hanya terkait dengan keluarga inti. Tetapi juga menjaga hubungan sosial di lingkungan sekitar.

Bahkan faktor ekonomi dan keterbatasan fasilitas kesehatan juga membuat pasung di pandang sebagai jalan keluar. Bagi keluarga miskin, membawa penderita ke rumah sakit jiwa memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sementara akses ke layanan medis di daerah terpencil sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini, pasung menjadi solusi darurat yang tidak memerlukan biaya besar. Dengan hanya menggunakan kayu, rantai atau ruangan sempit. Ini keluarga merasa telah melakukan yang terbaik untuk mengendalikan kondisi penderita. Meskipun kenyataannya hal itu justru menimbulkan penderitaan lebih besar.

Meskipun tujuannya di anggap baik oleh keluarga atau masyarakat, pasung sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Praktik ini tidak memberikan perawatan medis maupun dukungan psikologis yang di butuhkan ODGJ. Sebaliknya, pasung justru memperburuk kondisi fisik dan mental penderita. 

Pasung Terlama Di Dunia

Sehingga ini kami jelaskan kepada anda Pasung Terlama Di Dunia. Kasus pasung terlama di dunia menjadi bukti nyata bagaimana keterbatasan pengetahuan. Bahkan akses layanan kesehatan jiwa dapat menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Di berbagai laporan, praktik pasung ada yang berlangsung bertahun-tahun, bahkan hingga puluhan tahun. Salah satu kasus yang cukup terkenal terjadi di Indonesia. Ini di mana seorang penderita gangguan jiwa di temukan telah di pasung selama lebih dari tiga dekade. Ia di kurung di ruang sempit tanpa perawatan medis yang memadai. Ini hanya di beri makan secukupnya, dan hampir tidak memiliki kebebasan bergerak. Kisah ini menggambarkan betapa panjangnya penderitaan yang bisa di alami korban pasung.

Lalu latar belakang kasus pasung terlama biasanya di sebabkan oleh ketidakmampuan keluarga untuk mencari alternatif lain. Keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak mampu membawa penderita ke rumah sakit jiwa. Selain itu, stigma sosial terhadap ODGJ mendorong keluarga untuk menyembunyikan penderita dari lingkungan sekitar. Maka ini telah bahas Pemasungan.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait